Di Balik Gelombang Reshuflle Kabinet Prabowo

Sumber: Sekretariat Negara

Oleh Arya Fernandes

Reshuffle kabinet bisa jadi normalitas baru dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto. Reposisi politik dan evaluasi terhadap kinerja para menteri bisa membuat reshuffle bisa dilakukan kapan saja. Kondisi tersebut membuat situasi tidak pasti, tapi juga dapat mendorong para menteri bisa bekerja secara terencana dan terukur untuk memastikan terlaksananya program strategis pemerintahan.

Presiden Prabowo Subianto memilih melakukan reshuffle secara bertahap. Setelah melakukan reshuffle jilid 1, yang di antaranya mengganti Menteri Keuangan dari Sri Mulyani menjadi Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Koperasi (dari Budi Arie Setiadi menjadi Ferry Juliantono), Menteri Perlindungan dan Pekerja Migran Indonesia/Kepala BPMI (dari Abdul Kadir Karding menjadi Mukhtarudin serta menaikkan status Badan Haji dan Umrah menjadi Kementerian Haji dan Umrah yang dipimpin oleh Irfan Yusuf sebagai menteri dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai wakil menteri.

Reshuffle jilid 2, diperkirakan akan kembali dilakukan karena masih adanya kursi menteri yang kosong seperti Menkopolkam, Menteri Pemuda dan Olahraga, dan Wamen Kementerian Ketenagakerjaan. Bukan tidak mungkin setelah reshuffle jilid 2, akan terus dilakukan reshuffle lainnya hingga 1 tahun pemerintahan.

Lantas bagaimana kita membaca arah reshuffle kabinet ini?

Sumber: Presiden.go.id

Pertama, presiden ingin menunjukkan bahwa ia memegang kendali penuh terhadap kekuasaan eksekutif yang dapat mengevaluasi kinerja dan performa para pembantu prsiden, kapan pun dan dimana pun. Hal lain adalah adanya kebutuhan presiden untuk memastikan tidak adanya perilaku yang irregular yang dapat menimbulkan krisis atau instabilitas.

Kedua, tata ulang kekuatan di internal kabinet. Presiden Prabowo sadar bahwa ia dikelilingi kekuatan partai dan dilema sistem multipartai yang kompleks membuatnya harus mengakomodasi banyak kepentingan partai dalam kabinet. Namun, di tengah situasi seperti ini, tentu ia punya kepentingan strategis untuk melakukan reposisi kekuatan di internal kabinet, dengan mengisi posisi menteri pada seseorang yang mewakili lingkaran politik Prabowo, dan tentu pernah berinteraksi secara personal dan kelembagaan dengan presiden.

Ketiga, penyeimbangan kekuatan politik di koalisi. Sebagai partai penguasa, Prabowo tentu juga berpentingan untuk memastikan Gerindra mendapatkan porsi strategis dan seimbang dalam postur kementerian. Reposisi juga dilakukan oleh partai politik. Beberapa partai melakukan reposisi dengan mengganti atau mengusulkan nama baru di kabinet, atau terlempar karena berubahnya peta politik internal partai.

Terakhir, reshuffle untuk merespons situasi politik domestik terkini, untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

Sebagai penutup, faktor ekonomi akan menjadi sangat strategis dan menentukan seberapa stabil politik dan pemerintahan, dan juga mempengaruhi tingkat kepercayaan dan kepuasan pada pemerintahan. Menteri-menteri yang mengurusi bidang ekonomi akan sangat berperan strategis dalam mempengaruhi keberhasilan pemerintahan Prabowo ke depan, begitu juga sebaliknya.